Batam, News, Politik

Menuju Pemilu 2024, Rektor Uniba Berharap Mahkamah Konstitusi Tetap Dalam Koridor Demokrasi

Egi | Jumat 04 Aug 2023 17:52 WIB | 1091

Perguruan Tinggi/Sekolah
Politisi


Foto bersama menjelang pelaksanaan Seminar Nasional di Universitas Batam, Jum'at (4/8) foto:egi


MATAKEPRI.COM BATAM -- Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Universitas Batam (Uniba) bekerjasama melaksanakan seminar nasional, pada Jum'at (4/8/2023). 


Adapun tema dalam seminar nasional ini yaitu tentang Pemilu Serentak 2024 dan penyelesaian sengketa hasil pemilu oleh Mahkamah Konstitusi. 


Narasumber yang akan memberikan pemahaman ini yaitu YM Hakim Konstitusi, Prof. Dr. Enny Nurbaningsih S.H., M. Hum dan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kepri, Dr Lagat Parroha Patar Siadari, S.E., M.H.


Turut hadir dalam kegiatan itu, Ketua Yayasan Griya Husada Uniba, Rusli Bintang, Pengawas Yayasan Griya Husada Uniba, Indrayani S.E., M.M., Ph.D, Rektor Uniba, Prof. Yuliansyah M.S.A., Ph.D , Akt, CA, Dekan Fakultas Hukum Uniba, Dr. Fadlan s.H., M. H, Ketua Senat Uniba, Dr Soerya Respationo dan undangan lainnya.


Rektor Uniba, Prof. Yuliansyah mengatakan, seiring dengan dinamika perkembangan zaman, pesta demokrasi atau pemilihan umum serentak menjadi suatu kebutuhan dalam menyelenggarakan negara yang demokratis. 


"Ini berarti, pemilihan serentak yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 harus dipersiapkan dengan baik," ujar Prof. Yuliansyah dalam sambutannya.


Dia mengatakan, Pemilu serentak ini akan melibatkan lebih dari 200 juta orang pemilih dan memilih sekitar 20.000 anggota DPR, DPD, serta 270 anggota DPRD Provinsi dan 7.200 anggota DPRD Kabupaten/Kota. Untuk itu, perlu dipersiapkan secara matang untuk menjamin pemilu serentak dapat terlaksana dengan baik, tertib dan lancar.


Pelaksanaan pemilihan serentak yang sejalan dengan digitalisasi dan Revolusi Industri 4.0 menggugah kita untuk lebih peka dan responsif dalam mempersiapkan pelaksanaannya, sehingga terjadi inovasi dan pengembangan tekhnologi untuk lebih memberikan rasa aman, nyaman dan jaminan dalam pemungutan suara yang transparan, menghindari kecurangan dan kesalahan.


Dalam menerima hasil pemilu serentak, tentu masih ada kemungkinan terjadi sengketa antara peserta pemilu. Apabila sengketa bermuara ke pengadilan. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengadilan tertinggi yang bersifat konstitusional, mempunyai kewajiban untuk memeriksa dan memutus perkara- perkara perselisihan hasil pemilihan umum tersebut.


Masih menurut Prof. Yuliansyah pihaknya menyadari bahwa tugas Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Namun, dengan dukungan dan kerja sama semua pihak, misi menegakkan hukum dan konstitusi dapat terlaksana dengan baik dan adil. Kepastian hukum dan keadilan menjadi landasan dalam menegakkan demokrasi yang sehat.


Dalam kesempatan yang baik ini, pihaknya juga mengharapkan agar seminar hari ini dapat memberikan gambaran dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pemilu serentak dan penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum.


Seminar ini juga diharapkan dapat menjadi media untuk bahwa mahkamah konstitusi dalam penegakan hukum tetap dalam koridor demokrasi, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan demokrasi yang sehat.


Lanjutnya, seminar hari ini melibatkan para pakar, akademisi, praktisi pemilu dan penegak hukum dari berbagai instansi dan lembaga penting seperti, KPU, DKPP, Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi. 


"Terima kasih kepada para panitia penyelenggara yang telah menyediakan kesempatan untuk kita dapat lebih memahami dinamika dan permasalahan dalam pelaksanaan pemilu serentak dan penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum," imbuhnya.


Terakhir, bagi para peserta seminar dan seluruh masyarakat yang hadir dalam seminar ini, diharapkan dapat menerima dengan terbuka segala konsep dan gagasan, untuk menghasilkan hasil seminar yang berkualitas, dan dapat teraplikasikan dalam upaya menuju pemilu 2024 yang lebih berkualitas dan demokratis.


"Kami mengucapkan terima kasih dan bangga kepada Dekan Fakultas Hukum. Yang telah berhasil menyelenggarakan ini, dan juga kami mengucapkan terima kasih atas narasumber yang telah bersedia melungkan waktunya untuk acara ini," ucapnya.


Dilokasi yang sama, Hakim Konstitusi, Y.M Prof Dr Enny Nurbainingsih, yang hadir sebagai narasumber pada seminar tersebut menyampaikan, Pemilu serentak ini adalah agenda negara yang sangat penting. Bahkan, suhu panas terkait Pemilu 2024 mendatang, sudah terasa dihampir semua daerah di Indonesia.


"14 Februari 2024. Pemilu serentak memilih anggota DPR RI, DPD, DPRD dan Presiden dan Wakil Presiden. Setelah itu dilaksanakan Pilkada serentak secara nasional pada 27 November 2024," kata Prof Enny Nurbainingsih.


Lebih lanjut, Prof Enny memaparkan, desain Pemilu serentak 2024 ini berdasarkan Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 (26 Februari 2020) yang ditegaskan lagi dalam Putusan MK No. 67/PUU-XIX/2021, telah dipertimbangkan alternatif desain pemilu serentak.


Untuk Pemilu serentak 2024 menggunakan desain keserentakan yang telah ditentukan dalam UU nomor 7/2017 dan UU Pilkada yakni pemilu serentak dalam dua tahap. Waktu pengajuan permohonan dan penyelesaian sengketa, ada mekanisme yang berbeda antara pemilihan Presiden, Anggota Legislatif dan Kepala Daerah.


Untuk pemilihan Presiden, waktu pengajuan sengketa itu tiga hari setelah pemilihan, dengan batas waktu penyelesaian perkara selama 14 hari. Untuk pemilihan legislatif, waktu pengajuan sengketa adalah 3x24 jam, denga batas waktu penyelesaian 30 hari.


Lalu, untuk pemilihan Kepala Daerah, waktu pengajuan sengketa tiga hari sejak pemilihan, dengan batas waktu penyelesaian 45 hari.


"Sengketa ini subjeknya adalah Anggota partai politik. Dan harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan partai politik. Sebelum mangajukan permohonan ke MK, harus betul-betul melangkapi semua data sekecil apapun," terang Prof Enny.


Lebih rinci, Prof Enny menjelaskan, pengajuan permohonan paling lama 3 x 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh Termohon (KPU) baik itu secara luring (offline) atau secara daring (online).


Pengajuan permohonan secara daring (online), berkas permohonan asli diserahkan paling lama 3 x 24 jam sampai berakhirnya tenggang waktu pengajuan perbaikan permohonan.


Pengajuan permohonan sekurang-kurangnya terdiri dari 'Permohonan', dalam hal permohonan yang diajukan oleh perseorangan, harus melampirkan surat persetujuan secara tertulis yang asli dari ketua umum dan sekretaris Jenderal atau sebutan lainnya dari Parpol atau Parpol Lokal yang bersangkutan.


Menyertakan foto kopi Surat Keputusan Termohon mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional yang diumumkan oleh Termohon. Lalu dilengkapi dengan fotokopi KTP atau Identitas Pemohon dan Surat kuasa disertai fotokopi kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum.


"Di MK itu dihitung batas waktu pengajuan, mulai dari hari, jam menit hingga ke detik. Jadi yang ingin beracara disana, harus memiliki persiapan yang matang," pungkas Prof Enny Nurbainingsih.(egi) 


Redaktur: ZB



Share on Social Media