News, Politik
| Kamis 07 Dec 2017 11:06 WIB | 1267
MATAKEPRI.COM, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK
mengatakan, Indonesia tidak setuju dengan niatan Presiden Amerika Serikat (AS)
Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv, Israel, ke
Yerusalem.
"Bukannya kita tak mengakui Yerusalem itu. Yerusalem
kan awalnya menjadi bagian dari pengawasan internasional, lihat sejarahnya.
Kita tak ingin AS seperti ini. Jelas posisi pemerintah Indonesia agar Amerika
tak memindahkan kedutaannya ke Yerusalem," ucap JK di kantornya, Jakarta,
Rabu 6 Desember 2017.
Dia menuturkan, jika ini terjadi, maka makin menimbulkan
masalah yang pelik. Terutama di kawasan Timur Tengah.
"Risikonya lebih ruwet politik di Timur Tengah. Karena
sumber dari pada banyak keruwetan itu, ya konflik Palestina-Israel. Dan usaha
AS untuk menjadi penengah, itu akan susah," tegas JK.
Sementara itu di tempat yang sama, Duta Besar AS untuk
Indonesia Joseph R. Donovan, menuturkan, juga telah berkomunikasi dengan
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi terkait hal ini.
Dia menegaskan, pemerintah AS tetap mempunyai komitmen untuk
menjaga kesepakatan antara Palestina dan Israel.
"Yang perlu ditekankan, pemerintah AS itu tetap
memiliki komitmen kuat terhadap kesepakatan jangka panjang antara Palestina dan
Israel. Dan itu juga termasuk pada kesepakatan solusi dua negara, jika itu yang
diinginkan oleh dua pihak," jelas Donovan.
Janji Kampanye Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengumumkan
keputusannya untuk memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem sesegera
mungkin pada pekan ini atau awal pekan mendatang. Ia telah resmi mengakui
Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Langkah tersebut merupakan bentuk Trump untuk memenuhi janji
kampanyenya. Akan tetapi, langkah tersebut justru akan memberikan perubahan radikal
atas kebijakan AS yang selama berpuluh-puluh tahun yang mengatakan bahwa status
Yerusalem harus ditentukan dalam perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Trump dilaporkan telah melakukan sambungan komunikasi dengan beberapa pemimpin negara Eropa dan Arab. Para pemimpin itu berpikiran serupa, yakni mendesak Trump untuk tidak melakukan langkah tersebut, dengan alasan akan semakin memperburuk ketegangan yang terjadi di kawasan.(www.liputan6.com/***)