News, Politik
| Senin 30 Oct 2017 13:08 WIB | 1304
MATAKEPRI.COM, Jakarta - Hujan sudah menyambut Anies
Baswedan dan Sandiaga Uno sejak mereka dilantik sebagai pemimpin DKI Jakarta
(16/10). Selang beberapa hari kemudian, banjir dilaporkan terjadi di beberapa
titik di Jakarta.
Daerah terdampak banjir yang cukup menjadi sorotan adalah
kawasan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tanggul semi permanen yang
tersusun dari tumpukan karung, jebol. Belasan warga mengungsi ke masjid
terdekat karena rumahnya terendam luapan air kali.
Sementara itu banjir juga terjadi di wilayah Kemang, Jakarta
Selatan. Banjir langganan di kawasan padat aktivitas itu kerap melumpuhkan arus
lalu lintas, terutama pada jam pulang kerja.
Pada awal 2017, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menyebut setidaknya ada 54 titik banjir di Jakarta. Ketinggian air beragam di
beberapa titik, mulai dari 20 sentimeter hingga 150 sentimeter.
Baru-baru ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB
Sutopo Purwo Nugroho mengatakan ada pergeseran titik banjir di Jakarta, dari
sekitar Kampung Pulo berpindah ke Kemang, Jakarta Selatan.
Tugas besar kini menanti Anies-Sandi. Mereka dituntut segera
mengantisipasi penanganan banjir di ibu kota. Terlebih, memasuki bulan November
hingga penghujung tahun bakal menjadi puncak musim hujan.
Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, Anies-Sandi saat
ini harus mulai menyiapkan strategi penanganan banjir dalam jangka pendek dan
jangka panjang.
Dalam jangka pendek, menurut Nirwono, Pemprov DKI melalui
Dinas Sumber Daya Air dapat memeriksa seluruh saluran air kota dan memastikan
tidak ada yang tersumbat sampah atau lumpur.
Sedangkan untuk penanganan banjir jangka panjang, lanjut
Nirwono, ada lima langkah konkret yang bisa dilakukan Anies-Sandi.
Pertama, Pemprov harus merevitalisasi 44 waduk seperti waduk
Pluit dan waduk Ria Rio, serta 14 situ di Jakarta. Kedua, rehabilitasi seluruh
saluran air.
"Ketiga, Pemprov harus menaturalisasi, bukan
normalisasi kali," ujarnya melanjutkan.
Penulis buku Kota Cerdas Berkelanjutan itu menjelaskan, saat
ini Pemprov menegakkan normalisasi yang artinya menata sungai dengan
betonisasi, pembangunan dinding turap beton pada sisi sungai, seperti yang
dilakukan di Sungai Ciliwung.
Nirwono menilai naturalisasi sungai lebih ramah lingkungan
ketimbang normalisasi.
Naturalisasi adalah pembuatan terasering berundak-undak
dengan dinding penahan tanah atau batu kali ikat diselingi tanaman pengikat
tanah, seperti pohon bambu, sehingga tanah tidak mudah longsor. Tanaman itu
juga bisa berfungsi sebagai habitat satwa liar tepi sungai.
Keberadaan pepohonan di sekitar sungai juga mampu
meningkatkan serapan air pada tanah, sehingga air tak begitu saja mengalir,
tetapi terserap ke dalam tanah.
Dengan model seperti itu, cadangan air dengan sendirinya
bakal terbentuk dan bisa digunakan di musim kemarau.
"Sekarang namanya normalisasi, betonisasi. Konsep yang
sudah lama ditinggalkan di kota-kota dunia, seperti di Eropa barat," kata
Nirwono.
Keempat, Pemprov DKI harus menambah luasan Ruang Terbuka
Hijau. Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman tahun 2016, jumlah RTH
di Jakarta baru mencapai 9,98 persen dari luas Jakarta. Padahal, sejak tahun
lalu mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama menargetkan luas RTH mencakup 30
persen luas Jakarta.
"Meski dalam lima tahun terakhir, Pemprov telah
membangun 292 RPTRA, ruang interaksi warga tersebut bukanlah RTH karena bukan
berfungsi ekologis sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota," kata
Nirwono.
Kelima, kata Nirwono, Anies-Sandi harus berhasil membangun
kesadaran masyarakat untuk ikut membangun sumur resapan, mulai dari halaman
rumah, sekolah, perkantoran.
Lima langkah itu diyakini bisa membantu Jakarta terhindar
dari banjir dalam jangka panjang. Konsistensi pengerjaan menjadi syarat mutlak
agar lima langkah itu bisa terealisasi di lapangan.
Anies-Sandi kini memasuki pekan ketiga masa kerjanya sebagai
pemimpin Jakarta. Sejumlah warga sempat membandingkan Anies dan Ahok saat
menangani banjir di ibu kota.
Tak sedikit warga berharap Anies-Sandi bisa lebih baik dari Ahok dalam menangani banjir. Musim penghujan kali ini menjadi momentum bagi mereka membalas kepercayaan warga Jakarta.(www.cnnindonesia.com/***)